Tegas akan diri sendiri, buang pikiran negatif dan lakukan yang baik. Kegelisahan hanya milik mereka yang putus asa

Ujian Kesabaran Guru

Dari gambaran ini jelas bahwa ujian kompetensi guru merupakan media memotret kualitas guru. Hasil potret ini memiliki keterkaitan dengan kebijakan pimpinan apakah seorang guru itu pantas mengajar 24 jam dan berhak mendapat tunjangan sertifikasi. Bagi guru yang kurang jam mengajarnya, atau bahkan tidak mendapat jatah mengajar maka pupuslah sudah tunjangan sertifikasi tersebut.
Sangat wajar bila ada guru yang bingung dan khawatir, selain hasil ujian secara onlineitu dapat dijadikan senjata oleh pimpinan untuk tidak memberikan jam mengajar, prestasi tersebut dapat dilihat jutaan orang. Bagi yang hasilnya baik, sekurang-kurangnya bangga, atau bahkan menepuk dada, ini lo guru berkualitas. Bagaimana bila hasil ujian itu rendah? Yang pasti mereka merasa malu dan rendah diri. Perasaan itulah yang ikut memicu kecemasannya.
Belajar Ulang
Bila merenungkan secara mendalam, semestinya guru menganggap ujian itu sebagai tes biasa dan jangan sampai terasa membebani. Kisi-kisi materinya jelas, yakni pedagogik dan profesional. Pedagogik berarti segala sesuatu yang terkait dengan penguasaan karakteristik peserta didik, teori pembelajaran, pengembangan kurikulum, pemanfaatan teknologi dan informasi, komunikasi efektif, empatik, dan kesantunan pada anak, penilaian dan evaluasi, serta tindakan reflektif untuk peningkatan pembelajaran.
Kompetensi profesional akan memotret tentang penguasaan materi yang diampu, penguasaan standar kompetensi mata pelajaran, pengembangan pembelajaran dan keprofesionalan berkelanjutan, serta pemanfaatan teknologi informasi untuk pengembangan diri. Sebenarnya guru sudah memiliki semua unsur yang akan diujikan itu. Hanya selama ini kemampuan tersebut terpendam dan tidak pernah dibangkitkan.
Karena itu, rencana pemerintah menyelenggarakan ujian kompetensi guru ibarat halilintar, dan mengaduk-aduk kenikmatan zona aman guru. Akibatnya, ujian itu terasa menjadi beban yang sangat berat. Untuk guru berbagai jenjang, ujian itu hendaknya dimaknai sebagai wahana belajar ulang tentang teori mengajar yang selama ini tidak pernah tersentuh dan mengendap dalam alam sadar.
Ujian itu hendaknya juga menjadi spirit untuk belajar teknologi informasi, mengingat bagi yang belum mahir mengoperasikan laptop atau komputer, ujian secara online  itu bisa menjadi beban. Latihan pencet-pencet keyboard laptop terjadi di berbagai tempat. Yang tidak kalah penting, memaknai ujian itu sebagai ajang silaturahmi dengan kolega. (10)

-- Kusmin, guru SMA Negeri 1 Salatiga

0 Komentar

    Tambah Komentar