Tegas akan diri sendiri, buang pikiran negatif dan lakukan yang baik. Kegelisahan hanya milik mereka yang putus asa

Idul Adha dan Emansipasi

Tidak Menghakimi
Adapun Agus Maftuh Abegebriel (2011) berpendapat pemahaman kontekstual adalah pemahaman yang melibatkan konteks historis, sosial, antropologis, budaya, ekonomi, dan politik secara konfrehensif. Said Aqil Siradj (1999) mencontohkan Surat An-Nisa’ 4:34 yang menjelaskan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan dan hadis Nabi yang diriwayatkan Imam Bukhari menjelaskan ketidakberuntungan masyarakat yang dipimpin kaum perempuan, yang  dijadikan penghalang bagi kepemimpinan perempuan di sektor publik.
Dua sumber itu, menurut Said Aqil tidak menghakimi perempuan secara total. Surat An-Nisa’ 4:34 dipahami dalam konteks keluarga, sedangkan hadis Nabi ditujukan pada kepemimpinan Ratu Buran, putri Anusyirwan yang kredibilitas kepemimpinannya diragukan. Menurut KH Hasyim Abbas (2004), ayat yang menunjukkan dominasi laki-laki sifatnya informatif bukan instruktif, sedangkan hadis yang melarang kepemimpinan perempuan adalah ahadi (transmitornya terbatas) belum sampai tingkat mutawatir (disepakati hampir semua transmitor). Sesuatu yang bersifat informatif tidak kuat digunakan landasan menetapkan hukum pasti (haram-wajib).
Al-Baqarah 2:177 menjelaskan bahwa kebaikan seseorang ditentukan oleh dua hal, kesalehan ritual, seperti beriman kepada Allah, hari kiamat, malaikat, kitab-kitab Allah, para nabi, mendirikan shalat, serta kesalehan sosial, seperti memberikan harta kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, pengembara, menepati janji, sabar dalam keadaan apapun, dan mengeluarkan zakat. Dua kesalehan ini tidak bisa dipisahkan dalam kepribadian umat Islam.
Jangan sampai ajaran sosial Alquran dijalankan secara sporadis tanpa manajemen transpran, akuntabel, dan profesional.
Di sinilah urgensinya mengorganisasikan ajaran sosial Islam agar tepat sasaran dan berhasil optimal untuk memberdayakan kalangan lemah tertindas dan meningkatkan kualitas sumber daya umat agar mampu bersaing pada era global. Semoga Idul Adha ini menjadi momentum efektif dalam menggalang kerja sama secara emansipatoris antara laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan cita-cita bersama yaitu kemakmuran dan kemajuan di muka bumi. (10)

— Jamal Ma’mur, dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Mathali’ul Falah (Staimafa) Pati, mahasiswa S-3 Islamic Studies IAIN Walisongo Semarang
GAMBAR :http://www.inijalanku.com

0 Komentar

    Tambah Komentar