Orang-orang berhasil tidak hanya dengan keras hati, melainkan mereka juga pekerja keras yang percaya pada kemampuan dirinya.

Membentuk Manusia Indonesia Berpendidikan dan Berbudaya

Manusia yang berbudaya adalah seseorang yang menguasai dan berprilaku sesuai dengan nilai-nilai budaya, khususnya nilai-nilai etnis dan moral yang hidup dalam kebudayaan masyarakat. Seseorang yang berpendidikan tinggi dan luas, namun hidupnya tidak bermoral maka orang yang demikian dianggap orang yang berpendidikan tetapi tidak berbudaya.
Seseorang yang mempunyai sifat gentleman atau lady adalah seorang yang mempunyai sopan santun di dalam melaksanakan nilai-nilai pergaulan yang dihormati di dalam masyarakat. Sudah tentu seorang gentleman atau lady juga seorang yang memperoleh pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai gentleman atau lady, yang dilaksanakan dalam pendidikan sekolahnya, yang lebih menekankan kepada aspek-aspek sopan santun, tahu menempatkan diri, menghormati wanita dan orang yang dituakan, berpengatahuan luas, mengakui kelebihan orang lain dan diri sendiri, termasuk sikap sportif. Nilai-nilai praktis inilah yang diyakini dan harus dipraktekkan oleh seseorang yang gentleman atau lady.
Manusia Indonesia berpendidikan adalah sekaligus manusia yang berbudaya. Oleh sebab itu praksis[1] pendidikan nasional haruslah memenuhi berbagai kriteria sebagai berikut:

1.   Praksis pendidikan nasional harus dan perlu mengembangkan potensi intelektual manusia Indonesia secara umum serta kaitan kemampuan tersebut dengan kehidupan nyata dalam lingkungan yang semakin meluas dan mendalam yaitu lingkungan keluarga, masyarakat lokal, lingkuan pekerjaan, lingkungan kehidupan nasional dan global.[2]
2.     Pendidikan nasional berperan dalam mengembangkan potensi yang spesifik dari individu sesuai dengan potensi kepribadiannya. Dengan demikian sistem pendidikan nasional haruslah mempunyai spektrum yang luas sehingga dapat menampung kebutuhan pengembangan pribadi peserta didik secara individual.
3.    Pendidikan nasional harus dan perlu mengmbangkan sikap sopan santun dalam pergaulan bermasyarakat. Nilai-nilai kebudayaan yang mengatur sikap sopan santun tersebut perlu dikenal dan dilaksanakan oleh peserta didik mula-mula di dalam lingkungan sekolah, dan di dalam masyarakat luas. Di dalam kaitan ini pendidikan budi pekerti di lembaga-lembaga pendidikan (sekolah) perlu digalakkan. Selain daripada itu lingkungan kehidupan sekolah merupakan suatu lingkungan dan suasana yang dihidupi oleh nilai-nilai sopan santun yang dijunjung tinggi dalam kebudayaan nasional.
4.    Praksis pendidikan di senua lembaga pendidikan ialah mengmbangkan , manusia Indonesia yang bermoral dalam tingkah laku, yang bersumber dari kebudayaan nasional serta iman dan takwanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam kehidupannya sehari-hari.
5.  Praksis pendidikan di semua jenis dan jenjang pendidikan harus dan perlu mengembangkan rasa kebangsaan Indonesia yang berbudaya kebangsaan Indonesia, tanpa terperangkap dalam chavinisme yang sempit.


[1] Istilah “praksis” dipopulerkan oleh teoretisi sosial Prancis, Pierre Bourdieu, yang menyatakan bahwa masyarakat dan budaya dibangun oleh pribadi-pribadi kreatif melalui karya dan bicaranya sehingga kreasinya bersifat nyata alamiah dan bukan hasil lamunan yang abstrak.
[2] Peter F. Drucker, Masyarakat Pasca Kapitalis, hlm. 233-242: Pribadi Berpendidikan.

sumber gambar :http://ditaherdiyanti.wordpress.com


0 Komentar

    Tambah Komentar