Tegas akan diri sendiri, buang pikiran negatif dan lakukan yang baik. Kegelisahan hanya milik mereka yang putus asa

Manfaatkan Karung Goni Bekas, Tembus Pasar Eropa


KREATIF : Seorang pengunjung melihat barang-barang kerajinan berbahan karung goni, kemarin.
 

Bagi banyak orang, karung goni bekas barangkali hanya akan dipandang sebelah mata karena dianggap tak lagi bermanfaat dan tak memiliki nilai jual. Padahal, dengan ide kreatif, karung goni ini dapat menjadi berbagai macam kerajinan tangan bernilai jual tinggi.

Adalah Dwi Muhamad Arifin warga Desa Soneyan, Margoyoso. Pria yang akrab disapa Ayik ini mampu mengolah limbah karung goni itu menjadi barang bernilai seni dan memiliki nilai jual. Karung goni yang telah tidak terpakai dapat dia proses lagi menjadi tas wanita, topi bundar, peci sufi, hingga tas ransel.

Meskipun karung goni bekas, produk ini diminati pembeli lokal dan bahkan Eropa. Jadi selain batik bakaran, produk kerajinan tangan Kabupaten Pati juga ada yang diminati pasar Eropa. Ayik mengatakan permintaan tas berbahan karung goni itu datang dari wisatawan asal Spanyol.

Awalnya, Ayik hanya proses perbincangan biasa mengenai kekesalannya permintaan barang yang dipercayakan dari produsen Jogja tak sesuai seleranya. Pertemuan itu sekitar dua tahun lalu. “Curhatnya saya dengarkan, ini saya anggap sebagai peluang. Lalu saya menawarkan barang yang dia inginkan. Akhirnya, dia percaya dan memesan ke kami baru dua bulan lalu,” paparnya.

Lebih lanjut, satu kali order barang yang diminta hingga 30 potong. Satu potong harga bila dirupiahkan bisa sampai Rp 450 ribu tergantung model dan ukuran. Bila dijual di lokal sekitar Rp 70 ribu. “Kalau mengirim barang satu kubik nyampai Rp 2,5 juta,” ucapnya.

Dia mengatakan, permintaan dari wisatawan Spanyol itu memang terbilang unik. Orang asing itu cenderung menyukai detil-detil yang mengandung kekhasan Indonesia.

Ayik mencontohkan motif tas. Wisatawan eropa itu lebih menyukai motif batik dari pada motif-motif kontemporer atau pop. Begitu juga dengan kain dalaman tas dilapisi dengan motif kain batik. Demikian juga dengan pengait tali tas. Menurut wisatawan tersebut orang-orang di tempatnya juga menyukai bahan-bahan yang unik.

“Akhirnya saya pesankan pengait dari bahan batok (tempurung) kelapa yang sudah dihaluskan. Saya pesannya ke Kudus (Pasar Kliwon), jadi biaya produksinya lebih mahal,” ungkapnya.

Karung goni ia dapat dari pedagang-pedagang pasar. Harga satu karung goni mencapai Rp 10 ribu. Lalu bahan kain batik didapatkan dari bekat jahitan atau perca, untuk digunakan sebagai motif secara cuma-cuma.

“Kadang orang asing itu aneh. Karung goni itu ada tulisannya brambang, sagu dll. Mereka minta agar tulisan itu dijadikan motif,” katanya.

Lanjut, dirinya mengaku membuat barang-barang itu tidak sendirian. Ada partner kerja bernama Zaenal Arifin yang juga turut membantu membuat desain barang yang akan dibuatnya.

Urusan jahit-menjahit, ia bisa menyelesaikannya sendiri. Karena ia sebelumnya memang penjahit pakaian untuk pria dan wanita. Proses pembuatannya masih serba manual. Demikian juga dalam merapikan karung goni yang berserabut.

“Untuk merapikan masih menggunakan api kompor gas, seharusnya menggunakan las. Dengan modal seadanya, dengan alat yang kami miliki sudah bisa,” imbuhnya. (HP/FN/MK)

0 Komentar

    Tambah Komentar