Orang-orang berhasil tidak hanya dengan keras hati, melainkan mereka juga pekerja keras yang percaya pada kemampuan dirinya.

Hadiri Bedah Buku PWI, Kabag Prokompim Ditanya Soal Kompetensi Wartawan

Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokompim) Setda Kabupaten Pati, Ahmadi, hari ini hadir mewakili Bupati Pati di acara Bedah buku Dusta Yudistira karya Redaktur Tribun Jateng Achiar M Permana.

Selain menyampaikan sambutan, di sesi tanya jawab, Kabag Prokompim juga berkesempatan menjawab pertanyaan dari peserta. Salah satunya, adalah pertanyaan yang diajukan oleh Eko.

"Terkait pertanyaan Saudara Eko, soal kompetensi wartawan, perlu kami sampaikan bahwa dalam waktu dekat Prokompim akan membagikan form isian untuk seluruh wartawan yang bekerjasama dengan Pemkab Pati", cetusnya.

Blangko isian itu, menurut Ahmadi, berisi sejumlah pertanyaan, seperti misalnya nama wartawan kemudian asal media, hingga data terkait Uji Kompetensi Wartawan, serta badan hukum perusahaan media yang menaungi wartawan tersebut.

"Yang intinya untuk mengetahui lebih jauh tentang kompetensi wartawan yang selama ini bekerjasama dengan Pemkab", terang Kabag Prokompim. Lebih lanjut Ahmadi juga berpesan agar wartawan pun memiliki sifat profesional, cerdas dan berkarakter.

"Saya pun sepakat tadi dengan yang disampaikan Ketua PWI Pati, bahwasanya wartawan itu dalam menulis berita tak boleh beritikad buruk dan juga terlarang untuk berlaku sewenang-wenang", tuturnya.

Dalam bedah buku yang mengangkat tema "Literasi Media untuk Menghindari Jebakan Hoaks di Sekitar Kita" tersebut, Ahmadi juga menyampaikan keprihatinannya soal berita hoaks yang juga marak saat banjir melanda Kabupaten Pati.

"Tempo hari kan seperti itu, bahan hoaksnya dari Jawa Barat, tapi ditulisi terjadi di Tayu", imbuh Kabag Prokompim.

Selain mengundang Pemkab, dan menghadirkan Sang Penulis Buku, kegiatan yang digelar dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional 2020 itu juga menghadirkan Ketua PWI Jateng 2014-2019 Amir Machmud, serta budayawan Anis Sholeh Ba"asyin.

Dusta Yudistira sendiri berisi kumpulan esai Achiar dalam merefleksikan fenomena mutakhir yang dipadankan dengan kisah pewayangan. Peristiwa-peristiwa yang diangkat meliputi tentang korupsi, terorisme, keberagaman, kehidupan sosial, dan lainnya.

Dalam acara tersebut Achiar M Permana pun membeberkan alasannya memberi judul buku Dusta Yudistira. Dalam pewayangan, Yudistira merupakan tokoh yang dikenal selalu jujur. Menurutnya, secara hukum positif, dalam kasus gugurnya Aswatama, Yudistira tidak akan terbukti berbohong. Namun secara subtansi Yudistira dinilai sengaja menjadikan makna ucapannya meleset.

Menurutnya, yang dilakukan media hari ini adalah mirip dengan Yudistira. Media selalu memiliki dalih telah sesuai kode etik jurnalistik di balik framing yang disajikan melalui berita-beritanya.

Menanggapi buku tersebut, Amir Machmud yang di buku itu ikut memberikan kata pengantar, mengatakan bahwa Dusta Yudistira menjadi menarik disimak karena  dibahasakan dengan kalimat-kalimat dan narasi yang indah sehingga tulisan itu menjadi demikian menarik dan penting.

"Mestinya wartawan memiliki estetika jurnalistik seperti ini meski memang sekarang eranya di medsos penuh dengan postingan yang emoticonal dan syarat audio visual", terangnya.

Sementara itu budayawan Anis Sholeh Ba"asyin justru berpendapat bahwa fenomena hoax tak dapat dilepaskan dari tarik menarik kepentingan ekonomi, korporasi, pemodal, ataupun politik media. Selain itu, ia pun menyoroti rendahnya budaya literasi saat ini yang semakin memperparah fenomena hoax itu sendiri. (FN /FN /MK)

0 Komentar

    Tambah Komentar