Krisis utang
luar negeri Eropa adalah faktor eksternal yang mempengaruhi
kondisi ekonomi Indonesia. Faktor internal yang bisa
mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia pada 2011 adalah
rencana pemerintah melakukan pembatasan BBM subsidi bagi
pemilik mobil pribadi. Hal ini dilakukan karena penggunaan
BBM subsidi 2010 mencapai 40 juta kiloliter. APBN 2011
menganggarkan Rp 92,785 triliun, sedangkan konsumsi BBM tahun
2011 diperkirakan mencapai 42,5 juta kiloliter. Selain itu,
kebijakan ekonomi pemerintah dalam memberdayakan sektor
riil dan pembangunan infrastruktur merupakan faktor kunci
yang bisa mempengaruhi kondisi perekonomian nasional 2011.
Peluang
Investor global, saat ini, menjauhi pasar keuangan AS dan Eropa. Pasar keuangan Amerika Serikat dijauhi karena imbal balik (yield) dari obligasi dan surat berharga di negara itu rendah. Hal ini tidak lepas dari kebijakan penurunan bunga yang dilakukan Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve Bank) untuk mendorong sektor riil agar bergerak kembali. Tingkat bunga di Amerika Serikat saat ini nyaris 0 persen. Eropa juga dijauhi investor karena ketidakpastian kondisi di Benua Biru ini. Pernyataan terbaru dari otoritas Bank Sentral Eropa bahwa mereka tidak punya cukup dana untuk melakukan bailout jika krisis utang luar negeri meluas bisa berdampak negatif bagi perekonomian di benua tersebut.
Lesunya perekonomian AS dan Eropa ini membuat para investor mengalihkan dananya ke pasar negara berkembang (emerging market). Pertimbangannya, imbal balik di negara-negara berkembang termasuk Indonesia menjanjikan keuntungan yang besar bagi para investor. Sampai dengan Desember 2010 ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) terus mengalami kenaikan yang menunjukkan bahwa aliran modal masuk ke pasar keuangan Indonesia sangat tinggi.
Berdasarkan fakta di atas, pasar keuangan Indonesia pada 2011 kebanjiran modal asing. Permasalahannya adalah bagaimana perekonomian Indonesia bisa memanfaatkan aliran modal asing tersebut? Ada beberapa kebijakan kunci yang bisa membuat aliran modal asing tersebut dipergunakan untuk membiayai ekspansi sektor riil. Pertama, penurunan tingkat bunga perbankan. Bunga SBI saat ini hanya enam persen tetapi kebijakan Bank Indonesia menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) menjadi alasan bagi perbankan untuk menaikkan suku bunga pinjaman. Bank Indonesia bisa membuat terobosan-terobosan yang bisa memaksa perbankan menurunkan tingkat bunganya. Kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga 14 persen adalah contoh terobosan yang bisa memaksa perbankan menurunkan tingkat bunga kredit mereka.
Kedua, percepatan pembangunan dan perbaikan infrastruktur. Pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan investor untuk memulai pembangunan infrastruktur. Kita bisa melihat bahwa Infrastucture Summit yang menawarkan proyek infrastruktur pada investor tidak berjalan dengan baik karena kendala di lapangan baik berupa birokrasi yang tidak tanggap maupun beberapa regulasi yang saling tumpang tindih. APBN 2011 sebenarnya mempunyai kekuatan untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur. Pemerintah harus mulai mempertimbangkan untuk membiayai proyek infrastruktur yang strategis dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebagai contoh, pembangunan jalan tol di Jawa dan pelabuhan-pelabuhan strategis termasuk infrastruktur pendukung bisa memberikan dampak langsung bagi perekonomian.
Ketiga, percepatan reformasi birokrasi. Sumber ketidakpastian di Indonesia adalah birokrasi. Birokrasi Indonesia justru beranggapan bahwa ketidakpastian merupakan sumber penghidupan sehingga terjadi konflik kepentingan dalam usaha reformasi birokrasi. Oleh karena itu, reformasi birokrasi harus dilakukan dengan cara yang lebih radikal dengan pemberian hukuman lebih berat bagi birokrat yang melanggar peraturan dan melakukan tindak pidana korupsi.
Cukup waktu
Kebiasaan pemerintah di era reformasi ini adalah selalu kehilangan momentum pada saat kondisi eksternal memberikan peluang untuk pemulihan ekonomi. Masuknya aliran modal asing ke Indonesia akan terjadi dalam jangka menengah artinya bisa terjadi selama 3-5 tahun karena ketidakjelasan proses pemulihan ekonomi di AS dan Eropa. Oleh karena itu, kebijakan yang sifatnya merupakan perubahan struktural bisa dilakukan. Paling tidak memberikan sinyal yang positif pada para investor tentang perbaikan infrastruktur dan reformasi birokrasi bisa berdampak positif pada perekonomian nasional.
Rakyat sudah lama menunggu ada perbaikan riil perekonomian nasional. Pemerintah tidak lagi bisa bersembunyi di balik indikator makro ekonomi seperti nilai tukar yang stabil, inflasi di bawah dua digit dan investasi di sektor keuangan yang ditandai dengan angka IHSG yang terus meningkat. Indikator makro ekonomi itu penting tetapi tidak cukup menjelaskan kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan rakyat diukur dengan seberapa banyak rakyat bisa mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak, jaminan kesehatan bagi masyarakat paling miskin dan akses pendidikan bagi semua kelompok masyarakat. Tiga hal itulah yang menjadi hakikat dan tujuan pembangunan ekonomi. - Oleh : Anton A Setyawan Dosen FE UMS, kandidat doktor Ilmu Manajemen UGM
Opini Solo Pos 30 Desember 2010
Peluang
Investor global, saat ini, menjauhi pasar keuangan AS dan Eropa. Pasar keuangan Amerika Serikat dijauhi karena imbal balik (yield) dari obligasi dan surat berharga di negara itu rendah. Hal ini tidak lepas dari kebijakan penurunan bunga yang dilakukan Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve Bank) untuk mendorong sektor riil agar bergerak kembali. Tingkat bunga di Amerika Serikat saat ini nyaris 0 persen. Eropa juga dijauhi investor karena ketidakpastian kondisi di Benua Biru ini. Pernyataan terbaru dari otoritas Bank Sentral Eropa bahwa mereka tidak punya cukup dana untuk melakukan bailout jika krisis utang luar negeri meluas bisa berdampak negatif bagi perekonomian di benua tersebut.
Lesunya perekonomian AS dan Eropa ini membuat para investor mengalihkan dananya ke pasar negara berkembang (emerging market). Pertimbangannya, imbal balik di negara-negara berkembang termasuk Indonesia menjanjikan keuntungan yang besar bagi para investor. Sampai dengan Desember 2010 ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) terus mengalami kenaikan yang menunjukkan bahwa aliran modal masuk ke pasar keuangan Indonesia sangat tinggi.
Berdasarkan fakta di atas, pasar keuangan Indonesia pada 2011 kebanjiran modal asing. Permasalahannya adalah bagaimana perekonomian Indonesia bisa memanfaatkan aliran modal asing tersebut? Ada beberapa kebijakan kunci yang bisa membuat aliran modal asing tersebut dipergunakan untuk membiayai ekspansi sektor riil. Pertama, penurunan tingkat bunga perbankan. Bunga SBI saat ini hanya enam persen tetapi kebijakan Bank Indonesia menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) menjadi alasan bagi perbankan untuk menaikkan suku bunga pinjaman. Bank Indonesia bisa membuat terobosan-terobosan yang bisa memaksa perbankan menurunkan tingkat bunganya. Kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga 14 persen adalah contoh terobosan yang bisa memaksa perbankan menurunkan tingkat bunga kredit mereka.
Kedua, percepatan pembangunan dan perbaikan infrastruktur. Pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan investor untuk memulai pembangunan infrastruktur. Kita bisa melihat bahwa Infrastucture Summit yang menawarkan proyek infrastruktur pada investor tidak berjalan dengan baik karena kendala di lapangan baik berupa birokrasi yang tidak tanggap maupun beberapa regulasi yang saling tumpang tindih. APBN 2011 sebenarnya mempunyai kekuatan untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur. Pemerintah harus mulai mempertimbangkan untuk membiayai proyek infrastruktur yang strategis dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebagai contoh, pembangunan jalan tol di Jawa dan pelabuhan-pelabuhan strategis termasuk infrastruktur pendukung bisa memberikan dampak langsung bagi perekonomian.
Ketiga, percepatan reformasi birokrasi. Sumber ketidakpastian di Indonesia adalah birokrasi. Birokrasi Indonesia justru beranggapan bahwa ketidakpastian merupakan sumber penghidupan sehingga terjadi konflik kepentingan dalam usaha reformasi birokrasi. Oleh karena itu, reformasi birokrasi harus dilakukan dengan cara yang lebih radikal dengan pemberian hukuman lebih berat bagi birokrat yang melanggar peraturan dan melakukan tindak pidana korupsi.
Cukup waktu
Kebiasaan pemerintah di era reformasi ini adalah selalu kehilangan momentum pada saat kondisi eksternal memberikan peluang untuk pemulihan ekonomi. Masuknya aliran modal asing ke Indonesia akan terjadi dalam jangka menengah artinya bisa terjadi selama 3-5 tahun karena ketidakjelasan proses pemulihan ekonomi di AS dan Eropa. Oleh karena itu, kebijakan yang sifatnya merupakan perubahan struktural bisa dilakukan. Paling tidak memberikan sinyal yang positif pada para investor tentang perbaikan infrastruktur dan reformasi birokrasi bisa berdampak positif pada perekonomian nasional.
Rakyat sudah lama menunggu ada perbaikan riil perekonomian nasional. Pemerintah tidak lagi bisa bersembunyi di balik indikator makro ekonomi seperti nilai tukar yang stabil, inflasi di bawah dua digit dan investasi di sektor keuangan yang ditandai dengan angka IHSG yang terus meningkat. Indikator makro ekonomi itu penting tetapi tidak cukup menjelaskan kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan rakyat diukur dengan seberapa banyak rakyat bisa mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak, jaminan kesehatan bagi masyarakat paling miskin dan akses pendidikan bagi semua kelompok masyarakat. Tiga hal itulah yang menjadi hakikat dan tujuan pembangunan ekonomi. - Oleh : Anton A Setyawan Dosen FE UMS, kandidat doktor Ilmu Manajemen UGM
Opini Solo Pos 30 Desember 2010
0 Komentar