Orang-orang berhasil tidak hanya dengan keras hati, melainkan mereka juga pekerja keras yang percaya pada kemampuan dirinya.

Problem Harga Garam Dibawa ke Kementerian

garam

PATI- Selalu anjloknya harga jual garam rakyat saat puncak musim panen raya seperti sekarang, hal tersebut harus segera ada jalan pemecehan. Karena itu masalah standar harga pembelian terendah di tingkat petani secepatnya akan dibawa ke Kementrian Kelautan dan Perikanan, sehinggaparapetanigaramdi daerahnyatidakmenjadikorbanpermainan harga oleh para tengkulak.

Kondisi seperti itu, kata Bupati Haryanto ketika selesai melakukan panen raya garam hasil program Pengembangan Usaha Garam Rakyak (Pugar) di Desa Raci, Kecamatan Batangan, Pati, sebenarnya sudah berlangsung cukup lama. Lebih-lebih saat para petani sedang menghadapi musim kemarau, sehingga produksi garam yang dihasilkan dari lahan mereka cukup melimpah.

Akan tetapi, sampai sekarang belum ada perlindungan berupa standar harga pembelian dari pemerintah. Jadi soal harga jual hasil jerih payah para petani garam tetap tergantung, berapa besar harga yang dipatok oleh para tengkulak, dan dampaknya dalam puncak panen raya seperti sekarang para petani sebenarnya sudah jenuh untuk tetap memproduksi garam sebaik-baiknya.

Sebab, setelah produksi garam dihasilkan harga yang ditawarkan oleh pihak pedagang pengumpul, ternyata tidak bisa maksimal. Alasannya, produksi garam yang dihasilkan para petani adalah masuk katagori kualitas II dan III, sehingga harganya tentu jauh di bawah garam kualitas I.

Padahal, dari hasil Pugar yang menggunakan teknologi terbaru garam yang dihasilkan dari sisi kualitas cukup bagus. “Selain itu, produksinya juga meningkat sampai 30 persen, tapi yang menjadi permasalahan adalah soal harga jual yang seharusnya bisa dinikmati para petani saat musim panen raya seperti sekarang,” ujarnya.

Menetapkan Harga

Sebenarnya, masih kata Bupati Haryanto, jika tidak salah pemerintah sudah menetapkan harga garam rakyat Rp 550/kilogram. Hal itu masih sulit untuk diberlakukan di tingkat petani, sehingga harus dicarikan dasar regulasi yang benar-benar bisa menjamin harga jual garam di tingkat petani, agar dari sisi produksi Indonesia jangan sampai impor garam. Permasalahan itu terjadi, karena petani sebagai prodosen garam rakyat hasil jerih payahnya kurang mendapat perhatian secara maksimal.

“Hal itu tentu sangat berpengaruh terhadap semangat para petani, meskipun dari Kementrian Kelautan dan Perikanan sudah memberlakukan Pugar.” Menjawab pertanyaan, Kepala Seksi (Kasi) Pemberdayaan Masyarakat Dislautkan Kabupaten Pati yang menangani program tersebut, Sutaryadi mengatakan, untuk Pugar di Kabupaten Pati saat ini tersebar di 20 desa dalam empat wilayah kecamatan.

Masing-masing yang terbesar (60 persen) adalah Kecamatan Batangan, Juwana, Wedarijaksa, dan Kecamatan Trangkil dengan luas areal tambak garam mencapai 2.838 hektare. Dalam program tersebut menggunakan teknologi ulir vibrator yang bisa mempercepat jalannya air, untuk mempercepat terjadinya penguapan.

Selain itu juga menggunakan geo isolator yang berfungsi mempercepat proses terjadinya kristalisasi, dan menambah kualitas garam lebih putih sehingga harga jualnya saat ini mencapai Rp 380/kilogram bila dibanding yang langsung pada tanah, harganya hanya Rp 250/kilogram.

Untuk produksi tahun ini pun meningkat bila dibanding 2014 sebesar 287.000 ton/musim menjadi 297.000 ton hingga bulan Oktober. “Produksi tertinggi memang pada bulan ini, karena per hektare mencapai 105 ton, dan sampai berakhirnya musim panen garam atau sekitar November mendatang bisa bertambah antara 130-140 ton per hektare per musim.”

 

Sumber :http://berita.suaramerdeka.com/

0 Komentar

    Tambah Komentar